Monolog : Mulut Revisi
Karya: PUTU WIJAYA
(DAPAT DIMAINKAN OLEH LELAKI ATAU
PEREMPUAN)
SEORANG PENGAMEN
DENGAN WAJAH YANG TANPA MULUT MEMBUAT
BUNYI-BUNYIAN, MEMANGGIL PENONTON. KEMUDIAN IA MEMPERAGAKAN
GERAKAN-GERAKKAN YANG BISA MENARIK.
SETELAH PENONTON SIAP, IA MEMBUKA TUTUP MULUTNYA DAN MULAI BICARA.
Di desa kami ada seorang perempuan
tidak punya mulut. Di bawah hidungnya kosong melompong tidak ada bibir. Tidak
ada yang tahu apakah ia punya gigi dan lidah di balik wajahnya yang terkunci
itu. Dalam keadaan yang tuna mulut itu ia membingungkan desa. Warga
mempersoalkan kehadirannya tak habis‑habis. Apakah ia mahluk yang cantik atau
mengerikan.
Kedua matanya membelalak seperti
mata ikan koki, tetapi kerlingannya tajam seperti cakar harimau. Hidungnya
bangir namun tidak kepanjangan seperti Petruk. Kulitnya lembut dan hangat.
Wajah dan air mukanya bagi semua kami, baik laki maupun perempuan, sangat
cantik. Kata tukang jual siomay, tanpa mulut, perempuan itu justru seperti
bidadari. Siapa saja yang memandangnya dengan bebas dan rahasia dapat
menempelkan dalam angan‑angannya jenis mulut yang dia sukai. Wajahnya itu begitu luwes ‑‑ diberikan mulut apa pun
cocok. Mulut dower, yang sempit, yang tebal, yang tipis, yang monyong, yang
sedikit nyakil pun cocok. Asal amit-amit jangan sumbing saja.
Tukang ojek yang biasa nonton film
India dan gila dangdut sukanya bibir dower. Dia melihat di bawah hidung
perempuan itu bergantung dua baris daging empuk, seperti dua ekor lintah yang
sudah kenyang. Tebal, melimpah tapi penuh dan basah. Tukang kredit yang doyan
bibir tipis, menempelkan dalam angan‑angannya kue lapis yang lembut, tipis tapi
empuk, lincah, legi dan lengket. Pokoknya karena tak ada mulut, bibirnya malah
bisa digonta‑ganti seenake dewe, mau bibir kowel-kowel model orang hutan atau
bibir bekicot yang nyerep dan becek, terserah.
0 komentar:
Posting Komentar