Minggu, 18 Juli 2010

Adegan 1

001. ORANG TUA : SIBUK MENYIAPKAN TIANG GANTUNGAN. Kau siap. Betapa megah. Hidupku seluruhnya kusiapkan untuk mencari jenis kayu termulia bagimu. Mencari jenis tali termulia. Enam puluh tahun lamanya aku mengelilingi bumi, pegunungan, lautan, padang pasir. Harapan nyaris tewas. Enam puluh tahun bernapas hanya untuk satu cita-cita. Akhirnya kau ketemu juga olehku. Kau kutemukan jauh di permukaan laut. Setangkai lumut berkawan sunyi yang riuh dengan sunyinya sendiri. Kau kutemui jauh tinggi. Sehelai jerami dihimpit salju ketinggian, yang bosan dengan putihnya dan tingginya. Kau siap! Kini kau bisa memulai faedahmu!

MASUK PEMUDA, BERTAMPANG LIAR, LETIH, DAN MENENTENG MITRALIUR. IA KAGET, MELIHAT TIANG GANTUNGAN DAN ORANG YANG BERDIRI TENANG DI SAMPINGNYA. IA MENODONGKAN MITRALIURNYA.

002. ORANG TUA : Tunggu! Jangan tergesa. Mari kita tentukan dulu tegak kita masing-masing. Agar jangan silap menafsirkan peran kita masing-masing. Yang mematikan atau yang dimatikan.

003. ANAK MUDA : Maksud Bapak?

004. ORANG TUA : Tingkah laku harus senantiasa sesuai dengan watak yang ingin digambarkan. IA BISA MENGAMBIL MITRALIUR DARI TANGAN ANAK MUDA. Sifat lahir harus sesuai dengan sifat rohani, agar … ANAK MUDA SADAR DAN MENDEPAK MITRALIUR. TERDENGAR SERENTETAN TEMBAKAN. … agar dicapai kesatuan waktu, kesatuan ruang, kesatuan laku.

005. ANAK MUDA : Bapak ingin bunuh saya?

006. ORANG TUA : Siapa hendak bunuh siapa?

007. ANAK MUDA : Bapak ingin bunuh saya.

008. ORANG TUA : Membunuh kau? Aku? Hendak bunuh kau?

009. ANAK MUDA : Ya, Bapak hendak bunuh saya!

010. ORANG TUA : Mengapa? Dengan alasan apa? Dengan tujuan apa aku harus membunuh kau?

011. ANAK MUDA : Jahanam! Alasan! Tujuan! IA MENYERGAP ORANG TUA ITU. ORANG TUA MENGELAK.

012. ORANG TUA : Tunggu dulu! Jangan tergesa. Tiap laku harus mentaati suatu gaya.

013. ANAK MUDA : Laku? Gaya? Persetan semuanya! Yang penting bagiku adalah kesudahan lakon. Berakhir! Alangkah bahagianya aku bila aku tahu, akulah pembuat keakhiran itu. LAGI IA MENYERGAP. ORANG TUA MENGELAK SIGAP.

014. ORANG TUA : Maksudmu?


Download naskah BULAN BUJUR SANGKAR karya IWAN SIMATUPANG

Karya Agus Noor
Tampak panggung pertunjukan, mengingatkan pada pentas kampung…
Para pemusik muncul, nyante, seakan-akan mereka hendak melakukan persiapan. Ada yang mumcul masih membawa minuman. Ngobrol dengan sesama pemusik. Kemudian mengecek peralatan musik. Mencoba menabuhnya. Suasana seperti persiapan pentas. Tak terlihat batas awal pertunjukan.
Sesekali pemusik menyampaikan pengumunan soal-soal yang sepele: Memanggil penonton yang ditunggu saudaranya di luar gedung, karena anaknya mau melahirkan; menyuruh pemilik kendaraan untuk memindahkan parkir mobilnya, atau mengumumkan bahwa Presiden tidak bisa datang menyaksikan pertunjukan malam ini karena memang tidak diundang; pengumuman-pengumuman yang remeh-remeh dan bergaya jenaka… Atau menyapa penonton yang dikenalnya, bercanda, say hello, sembari sesekali menyetem peralatannya.
Kemudian mereka menyanyikan lagu tetabuhan, yang mengingatkan pada musik topeng monyet. Para pemusik bernyanyi dan berceloteh jenaka. Sementara ruang pertunjukan masih terang. Tertengar lagu tetabuhan yang riang…
Lalu muncullah aktor pemeran monolog ini atau Tukang Cerita. Terlihat jenaka menari-nari mengikuti irama. Hingga musik tetabuhan berhenti, dan Tukang Cerita mulai menyapa penonton dengan penuh semangat bak rocker,
TUKANG CERITA:
Selamat malam semuanya! Yeah!…
Wah, gayanya seperti rocker, tapi nafasnya megap-megap. Rocker tuek…
Senang sekali saya bisa ketemu Saudara semua. Ini kesempatan langka, bertemu dalam peristiwa budaya. Anda mau datang nonton pertunjukan ini saja sudah berarti menghargai peristiwa budaya, ya kan?! Hanya orang-orang yang berbudaya yang mau nonton peristiwa budaya. Jadi, bersyukurlah, kalau malam ini Anda merasa ge-er sebagai orang yang berbudaya. Soalnya, di negeri ini, manusia yang masuk dalam kategori manusia berbudaya itu lumayan tidak banyak. Jadi manusia berbudaya itu agak sama dengan badak bercula. Sama-sama langka.