Minggu, 05 Maret 2017



Dengan adanya acara lomba monolog ini menjadi modal semangat berkarya sahabat - sahabat teater ss yg telah kita dapatkan dari pak whani darmawan,  dan team juri juga mengapresiasi karya kita, point -point yang di jabarkan oleh dewan juri juga tidak lepas dari pementasan kita, antara lain terkait perbedaan musik ilustrasi dan pengiring, pemanfaatan panggung dasar arena dan batasan panggung, dll, kita masih belajar meningkatkan penyajian artistik, karena monolog dan penyajian artistik adalah kesatuan,

Informasi:
Teater Teknik peringkat 8 dari 22 peserta
Teater SS peringkat 11 dari 22 peserta

Semangat Teater SS!!!

Minggu, 08 November 2015

Berikut ini adalah kumpulan puisi karya sahabat baru teater SS pada saat LaPer 2015 di area kampus UNNES.

Minggu, 13 Juli 2014

Sebuah Naskah Monolog
Karya : Arifin C Noer



Setting :
Ruang tengah dari sebuah ruang yang cukup menyenangkan, buat suatu keluarga yang tidak begitu rakus. Lumayan keadaannya, sebab lumayan pula penghasilan si pemiliknya. Sebagai seorang kasir di sebuah kantor dagang yang lumayan pula besarnya. Kasir kita itu bernama : Misbach Jazuli
Sandiwara ini ditulis khusus untuk latihan bermain. Sebab itu sangat sederhana sekali. Dan sangat kecil sekali. Dan sandiwara ini kita mulai pada suatu pagi. Mestinya pada suatu pagi itu ia sudah duduk dekat kasregisternya di kantornya, tapi pagi itu ia masih berada di ruang tengahnya, kelihatan lesu seperti wajahnya.
Tas sudah dijinjingnya dan ia sudah melangkah hendak pergi. Tapi urung lagi untuk yang kesekian kalinya. Dia bersiul sumbang untuk mengatasi kegelisahannya. Tapi tak berhasil.

Saudara-saudara yang terhormat. Sungguh sayang sekali, sandiwara yang saya mainkan ini sangat lemah sekali. Pengarangnya menerangkan bahwa kelemahannya, maksud saya kelemahan cerita ini disebabkan ia sendiri belum pernah mengalaminya; ini. Ya, betapa tidak saudara? Sangat susah.

Diletakkannya tasnya
Saya sangat susah sekali sebab istri saya sangat cantik sekali. Kecantikannya itulah yang menyebabkan saya jadi susah dan hampir gila. Sungguh mati, saudara. Dia sangat cantik sekali. Sangat jarang Tuhan menciptakan perempuan cantik. Disengaja. Sebab perempuan-perempuan jenis itu hanya menyusahkan dunia. Luar biasa, saudara. Bukan main cantiknya istri saya itu. Hampir-hampir saya sendiri tidak percaya bahwa dia itu istri saya.

Saya berani sumpah! Dulu sebelum dia menjadi istri saya tatkala saya bertemu pandang pertama kalinya disuatu pesta berkata saya dalam hati : maulah saya meyobek telinga kiri saya dan saya berikan padanya sebagai mas kawin kalau suatu saat nanti ia mau menjadi istri saya. Tuhan Maha Pemurah. Kemauan Tuhan selamanya sulit diterka. Sedikit banyak rupanya suka akan surpraise.

Buktinya? Meskipun telinga saya masih utuh, toh saya telah berumah tangga dengan Supraba selama lima tahun lebih.
Aduh cantiknya.
Saya berani mempertaruhkan kepala saya bahwa bidadari itu akan tetap bidadari walaupun ia telah melahirkan anak saya yang nomer dua, saya hampir tidak percaya pada apa yang saya lihat. Tubuh yang terbaring itu masih sedemikian utuhnya. Caaaaannnnttiiik.
Ah kata cantikpun tak dapat pula untuk menyebutkan keajaibannya. Cobalah. Seandainya suatu ketika gadis-gadis sekolah berkumpul dan istri saya berada diantara mereka, saya yakin, saudara-saudara pasti memilih istri saya, biarpun saudara tahu bahwa dia seorang janda.

Lesu.
Ya, saudara. Kami telah bercerai dua bulan lalu. Inilah kebodohan sejati dari seorang lelaki. Kalau saja amarah itu tak datang dalam kepala, tak mungkin saya akan sebodoh itu menceraikan perempuan ajaib itu.

Semua orang yang waras akan menyesali perbuatan saya, kecuali para koruptor, sebab mereka tak mampu lagi menyaksikan harmoni dalam hidup ini.
Padahal harmoni adalah keindahan itu sendiri. Dan istri saya, harmonis dalam segala hal. Sempurna.Menarik napas.
Bau parfumnya! Baunya! Seribu bunga sedap malam di kala malam, seribu melati di suatu pagi. Segar, segar!
Telepon berdering.
Itu dia! Sebentar (ragu-ragu)
Selama seminggu ini setiap pagi ia selalu menelpon. Selalu ditanyakannya :”Sarapan apa kau, mas” Kemarin saya menjawab :”Nasi putih dengan goreng otak sapi”
Pagi ini saya akan menjawab .....

Mengangkat gagang telepon
Misbach Jazuli disini. Hallo? Hallo! Halloooo!
Meletakkan pesawat telepon
Salah sambung.
Gilaa! Saya marah sekali. Penelpon itu tak tahu perasaan sama sekali.
Tiba-tiba
Oh ya! Jam berapa sekarang?


Sabtu, 05 Juli 2014

oleh: Griri Ratomo

Sebuah naskah untuk berlatih monolog. Setting sunggung dibuat tidak ribet, sangat sederhana.

Panggung masih kosong melompong. Sekilas samar-samar terlihat tiang yang tegak menjulang, tak terlalu tinggi. Perlahan lahan areal panggung yang tadinya gelap mulai meremang setelah lampu yang terletak tepat di atas tiang mulai menyala.

Entah dari sudut mana tiba-tiba muncul seseorang terhuyung-huyung hampir jatuh dengan barang bawaan yang berupa kotak yang cukup banyak. Pasti, orang tersebut berusaha keras mempertahankan keseimbangan tubuhnya. Kotak-kotak tersebut diletakkan persis dibawah tiang.

Akhirnya nyampai juga. Gara-gara elu gua hampir jatuh keselokan tadi, kurang ajar! Dasar kagak tahu diuntung ! Capai-capai ngebopong bukannya dikasih upah malah mo dijatuhin ! Awas lu ntar kalo macem-macem lagi bakalan gua gebug , mampus !

(Orang itu sibuk menata kotak yang di bawanya persis di bawah tiang, kemudian di duduki)

Eh lu, untuk sementara ini lu diam aja ya! Kagak usah macem-macem, kagak boleh ribut ..aa..untuk sementara lu juga kagak boleh protes kalo sekarang gua ngerokok !

Nah kayak gitu, diaam. Kata orang diam itukan emas, nah, siapa tahu kalau lu bisa diam gua bisa dapet emas..eit, jangan protes nyuruh gua diam, sebab kalau gua yang diam lu kagak bakalan dapet emas.
(Menyalakan rokok)

Hah …hidup jaman sekarang emang serba susah, kalau mau di buat susah. Hidup juga serba gampang kalau kita gampangin.

Ya susah ya gampang, tinggal kitanya.
(mengusap-usap salah satu kotak) Kita. Lha..misalnya ya kaya Aku sama kamu ini, bi patner tugeder.
Seperti muka uang logam, sisi yang satu butuh sisi lain. Terus terang kalau aku buka-bukaan sampai detik ini aku masih butuh kamu

Ee…diem aja. Ngomong. Kamu itu kalau aku suruh diem, kamu nyerocos. Kalau aku suruh ngomong, kamu diem. Ngomong. Ayo. Ngga nyesel kalau kamu diem?

Ya sudah. Kalau kamu diem terus. Aku yang ngomong.

(Mengangkat kotak-kotak kayu, memindahkannya di salah satu pojok)

Meski orang bilang kata-kata adalah ular mematikan yang keluar dari lobang hitam dan lidah adalah pedang bermata dua yang siap menikam, tapi tak apa. Toh, saya sudah berada disini. Di ruangan ini sendirian. Sementara berpasang-pasang mata menatap tajam kearah saya dan bertanya-tanya. Bahkan beberapa diantara mereka ada yang berbisik bisik seolah-olah saya asing dan aneh. Berbeda dengan mereka. Ah, kecurigaan macam apa ini? Kecurigaan yang membuat saya harus tertunduk layu ke batu. Tetapi, bukankah kekuasaan ratu Elizabeth yang besar pun dibangun karena rasa kecurigaan yang sedemikian kental? Dan bukankah kecurigaan pula yang telah membawa manusia untuk menjelajahi samudera raya dan melewati sekian tahun cahaya hanya untuk menggenapi sebuah pertanyaan : siapa?